Menurut J.A. Fraser Roberts dan Marcus E. P (1995 : 51)
pada pewarisan penyakit-penyakit
dominan, maka perkawinan kerabat / perkawinan antara dua individu
sakit yang masih mempunyai pertalian darah hanya akan mengurangi jumlah
individu yang sakit, dalam arti individu sakit agak kurang jarang
terjadi dibandingkan dengan yang seharusnya terjadi. Hal ini
tidak sama dengan yang terjadi pada pewarisan penyakit-penyakit resesif, karena pada pewarisan ini perkawinan
yang menghasilkan sebagian besar individu sakit adalah perkawinan antara
dua individu heterozigot (carrier).
Namun perlu diingat bahwa penyakit-penyakit yang
pewarisannya secara dominan adalah sangat jarang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari, yang lebih banyak terjadi adalah penurunan
penyakit- penyakit yang pewarisannya secara resesif. Pada pewarisan
secara resesif ini, jika terjadi perkawinan kerabat / perkawinan
antara individu carrier yang masih mempunyai pertalian darah,
maka besar kemungkinan dia
menikahi individu yang juga carrier. Hal ini terkait dengan
pewarisan dari kedua orang tua, dan hubungan darah lebih banyak
kemungkinan saling memberikan gen yang sama dibandingkan dengan
orang-orang yang tidak mempunyai hubungan darah.
Sebagai gambaran, secara genetika dapat dijelaskan
bahwa jika seorang heterozigot untuk gen resesif (carrier) menikahi
saudara sepupunya, maka kemungkinan saudara sepupunya tadi juga
membawa gen yang sama adalah 1:8. Artinya saudara sepupunya mempunyai kemungkinan
seperdelapan (1/8) untuk mempunyai gen yang sama, yang telah
diterimanya dari sumber yang sama, yaitu nenek atau kakek mereka.
Sebagai permisalan adalah: adanya seorang albino dalam 10.000 orang
dalam suatu populasi (mendekati kenyataan yang terjadi di
masyarakat). Hal ini berarti kira-kira 1 orang dari 50 orang adalah
heterozigot (carrier) dalam populasi tersebut. Atau dengan
kata lain kemungkinan seseorang sebagai carrier albino adalah
1/50. Jika dia menikah secara acak dengan orang yang tidak ada
hubungan darah, maka kemungkinan pasangannya carier albino juga
1/50.
Sehingga frekuensi
terjadinya perkawinan tersebut adalah 1/50 X 1/ 50 = 1/2500.
Artinya, kemungkinan satu dari 2500 perkawinan akan mempunyai anak
albino. Ini akan menghasilkan hal yang berbeda jika perkawinan tersebut
terjadi antara individu yang mempunyai pertalian darah. Hal ini bisa
dijelaskan sebagai berikut:
Kemungkinan seseorang menderita albino dalam
populasi tadi adalah 1/50, jika dia menikah dengan orang yang
mempunyai hubungan darah (misalkan sepupunya), maka kemungkinan pasangannya
/ saudara sepupunya tadi carrier albino adalah 1/8. Sehingga frekuensi
terjadinya perkawinan tersebut adalah 1/50 X 1/8 = 1/400. Artinya, kemungkinan
satu dari 400 perkawinan akan mempunyai anak albino.
Dengan demikian jelas bahwa perkawinan antara dua
orang yang dimungkinkan carrier albino yang tidak mempunyai
hubungan darah lebih kecil kemungkinannya mempunyai anak albino
dibandingkan perkawinan antara dua individu yang dimungkinkan carrier
yang menikah dengan orang yang mempunyai hubungan darah
(saudara sepupu). Kemungkinan ini akan lebih besar jika perkawinan terjadi
pada hubungan darah yang lebih dekat (anaknya, saudara sekandungnya dan
sebagainya).
Menurut Bambang Supriyadi, dkk (1992 :195) gangguan
mental merupakan penyakit keturunan yang disebabkan oleh gen resesif, sehingga
baru akan nampak bila dalam keadaan homozigot. Karenanya manusia diharapkan tidak
melakukan perkawinan antar saudara, sebab jika terjadi perkawinan-perkawinan
antar saudara dimungkinkan adanya pertemuan gen resesif yang dibawa oleh
masing-masing.
Berdasarkan hasil penelitian yang membandingkan kromosom
mereka dengan kromosom orang yang normal, ternyata sebagian dari mereka
mempunyai kromosom yang cacat dan sebagian yang lain memiliki kromosom yang
normal, yang berarti bahwa dari ke- 3 kelompok yang dikategorikan abnormal tadi
dapat digolongkan dalam 2 kategori: (1). Orang–orang yang melakukan perbuatan
abnormal karena memang dalam dirinya ada kelainan dan (2). Orang yang melakukan
perbuatan abnormal tersebut karena pengaruh lingkungan (Kuswandi Tirtodiharjo,
2003:1).
Dalam dunia biologi dan genetika dikenal banyaknya DNA
yang hadir tanpa memproduksi protein sama sekali. Menurut Toegino (b) (1992 :
48) hal ini terjadi karena adanya perubahan yaitu penambahan atau pengurangan
basa pada satu rantai DNA yang dapat berlangsung secara bersama-sama atau lebih
dari satu kali terjadi.
0 komentar:
Posting Komentar